Sabtu, 18 April 2015

A.    TEORI RESPON SISWA
1.      Pengertian
Respons dikatakan Darly Beum sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku adekuat. Sementara itu Scheerer menyebutkan respons merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsang-rangsang prosikmal di organisasikan. Sedemikian rupa sehingga sering terjadi representas fenomenal dari rangsang prosikmal (Sarwono, 1998: 84).
Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap    merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau  ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respon atau  tidak respon tidak terlepas dari pembahasan sikap. Respon juga diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail,penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu   fenomena tertentu.   
Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang tehadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut.Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan,  kecurigaan, dan prasangaka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui:
1.      Pengaruh atau penolakan
2.      Penilaian
3.       Suka atau tidak suka
4.       Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi
Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau   sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan  atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi,  mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon  positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu. Terdapat dua jenis variable yang mempengaruhi respon :
1.      Variable struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik
2.      Variable fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalanya kebutuhan suasana hati, penglaman masa lalu (Cruthefield, dalam Sarwono, 1991: 47)
Menurut Hunt (1962) orang dewasa mempunyai sejumlah unit untuk memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untumenangani representasi fenomenal dari keadaaan diluar individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi diluar.Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang disebut Hunt sebagai suatu respon (Adi, 1994: 129). Teori rangsang balas (stimulus respon theory) yang sering juga disebut sebagi teori penguat dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial dan sikap. Yang artinya disini adalah kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia mengalami rangsang tertentu. Sikap ini terjadi biasanya terhadap benda, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat di sekitar manusia.
Tingkah laku adalah hubungan antara perangsang dan respon. Tingkah laku terjadi apabila ada stimulus khusus. Skinner berpendapat, pribadi seseorang terbentuk dari akibat respon terhadap lingkungannya, untuk itu hal yang paling penting untuk membentuk sebuah kepribadian adalah adanya penghargaan dan hukuman. Penghargaan akan diberikan untuk respon yang diharapkan sedangkan hukuman untuk respon yang salah. Pendapat skinner ini memusatkan hubungan antara tingkah laku dan konsekuen. Contoh, jika tingkah laku individu segera diikuti oleh tingkah laku menyenangkan, individu akan menggunakan tingkah laku itu lagi sesering mungkin.
Konsekuen menyenangkan akan memperkuat tingkah laku, sementara konsekuen yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkah laku. Jadi, konsekuen yang menyenangkan akan bertambah frekuensinya, sementara konsekuensi yang tidak menyenangkan akan berkutrang frekuensinya. Skinner membedakan adanya dua macam respon, yaitu:
1.      Respondent response (reflexive response), yaitu respom yang ditimbulkan oleh suatu perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur saat melihat makanan tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu disebut eliciting stimuli, menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Pada umumnya, perangsang-perangsang yang demikian mendahului respon yang ditimbulkannya.
2.      Operant response (instrumental response), yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-peerangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebutreinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Jika seorang anak belajar (telah melakukan perbuatan), lalu mendapat hadiah, maka ia akan menjadi lebih giatbelajar (intensif/ kuat).
Pada kenyataannya, respon jenis pertama (respondent/reflexive response/behavior) sangat terbatas adanya pada manusia. Sebaliknya operant response/behavior merupakan bagian terbesar dari tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena itu, fokus teori Skinner adalah pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini. Persoalannya adalah bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan memodifikasi tingkah laku-tingkah laku tersebut (dalam belajar atau dalam pendidikan).
2.      Pola-pola respon
Apabila reinforcement didasarkan pada prinsip interval tetap, dapat diduga pola respon yang bakal muncul. Tetapi dengan menggunakan prinsip interval bervariasi, pola respon yang muncul akan berbeda. Penggunaan reinforcement secara beragam dapat juga mempengaruhi cepat lambatnya murid melakukan tugas-tugas belajar. Kalau reinforcement iu didasarkan atas banyaknya respon yang diberikan seseorang, murid akan lebih cermat mengendalikan waktu yang digunakan untuk reinforcement. Semakin cepat murid mengumpulkan respon yang benar, semakin cepat pula reinforcement diperolehnya.
Aspek lain yang dikenakannya reinforcement adalah kegigihan berusaha. Kalau reinforcement sama sekali tidak diberikan, orang akan kendur semangat dan akhirnya tidak merespon sama sekali atau tingkah laku itu akan menghilang. Apabila reinforcement diberikan setiap kali, seseorang akan cepat berhenti merespon manakala reinforcement itu berhenti, demikian pula kalau yang diberikan pola reinforcement tetap. Agar murid terus tetap aktif, yang palingtepat adalah menggunakan pola reinforcement bervariasi ( sumadi , 2004 )
3.      Teori Behavioritik ( Teori Stimulus-Respon)
Teori belajar behavioristik tentang belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang di tangkap panca indra dengan kecendrungan untuk bertindak atau berhubungan antara stimulus respon ( S – R)”. oleh karena itu teori ini juga dinamakan teori stimulus respon. Belajar adalah upaya untuk mebentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya.
Teori ini adalah merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner, tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman pertama. Pengalaman adalah hasil sentuhan alam dengan panca indra manusia. Berasal dari kata Peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu itu disebut pengetahuan. Dalam dunia kerja istilah pengalaman juga digunakan untuk merujuk pada pengetahuan dan ketrampilan tentang sesuatu yang diperoleh melalui keterlibatan dengannya selama periode tertentu.
Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman juga diketahui sebagai pengetahuan Emperikal atau pengetahuan Posterior. Seorang dengan cukup banyak pengalaman disuatu bidang tertentu disebut Ahli.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran Psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran Behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioritik dengan model hubungan stimulus dan responnya, memposisikan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu juga metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon (slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang terpenting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan oleh guru kepada peserta didik, sedangkan respon adalah berupa reaksi atau tanggapan peserta didik terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (Stimulater) dan apa yang diterima oleh peserta didik (Responer) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain dari aliran behavioristik adalah faktor penguatan (Reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (Positive Reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi atau dihilangkan (Negetive Reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
4.      Tokoh – tokoh aliran behavioristik :
a.      Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme, koneksi disebut sebagai koneksi saraf yang disebut sambungan saraf antara stimuli (S) dan respon (R). Agar tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat sertamelalui percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu (Slavin, 2000).

Hukum Efek Thorndike
Pada saat yang hampir sama dengan dilakukannya sebuah eksperimen pengkondisian klasik anjing oleh Ivan Pavlov, E.L. Thorndike(1906) sedang mempelajari kucing dalam kotak. Thorndike menempatkan kucing yang lapar dalam sebuah kotak dan meletakkan ikan diluar kotak. Untuk bisa keluar dari kotak, kucing itu harus mengetahui cara membuka palang di dalam kotak tersebut. Pertama-tama kucing itu melakukan beberapa respons yang tidak efektif. Dia mencakar atau menggigit palang. Akhirnya, kucing itu secara tidak sengaja menginjak pijakan yang membuka palang pintu. Saat kucing dikembalikan ke kotak, dia melakukan aktivitas acak sampai dia menginjak pijakan itu sekali lagi. Pada percobaan berikutnya, kucing itu semakin sedikit melakukan gerakan acak, sampai dia akhirnya bisa langsung menginjak pijakan itu untuk membuka pintu.
Hukum efek (law effect) Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang di ikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah. Pertanyaan utama untuk Thorndike adalah bagaimana respons stimulus yang benar (S-R) ini menguat dan akhirnya mengalahkan respons stimulus yang tidak benar. Menurut Thorndike, asosiasi S-R yang tepat akan diperkuat, dan asosiasi yang tidak tepat akan melemah, karena konsekuensi dari tindakan organisme. Pandangan Thorndike disebut teori S-R karena perilaku organisme itu dilakukan sebagai akibat dari hubungan antara stimulus dan respons. Seperti yang akan kita lihat selanjutnya, pendekatan Skinner memperluas ide dasar Thorndike ini.
b.      Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
c.       Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
d.      Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
e.       Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
5.      Analisis Tentang Teori Behavioristik
Para pendidik masa kini yang masih menggunakan kerangka behavioristik, biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan kedalam bagian – bagian terkecil yang diberi tanda dengan ketrampilan tertentu. Kemudian, bagian – bagian tersebut disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai yang kompleks (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Akan tetapi, dari semua teori yang ada, hanya teori dari Skinner sajalah yang paling banyak pengaruhnya terhadap perkambangan teori belajar behavioristik. Program – program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran Program, Modul, dan program pembelajaran lainnya yang berpijak pada konsep hubungan stimulus dan respon. Serta mementingkan faktor – faktor penguat (Reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang teori dan konsep dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi dan situasi disekitar kita. Adalam proses ini termasuk mendapatkan pengertian dan sikap yang baru. Dengan demikian, terjadi perubahan perilaku yang sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti terhadap suatu hal. Jadi, secara sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar) termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa.

6.      Teori Stimulus – Respon (Teori S – R)
Dalam teori belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah perubahan perilaku yang diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku relatif (respons) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, kecenderungan perilaku S – R (Stimulus – Respon).
Melihat faktor-faktor lingkungan stimulus dan hasil tingkah laku yang ada hubungannya antara respon, tingkah laku dan pengaruh lingkungan. Dengan memberikan stimulus maka siswa akan merespon. Hubungan antara stimulus dan respon ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasaranya kelakuan anak adalah terdiri atas respon-respon tersebut dengan latihan-latihan maka hubungan tersebut semakin kuat. Inilah yang disebut S – R Bond Theory. Kelakuan tadi akan ditransfer kedalam situasi baru menurut hukum transfer tertentu pula.(Oemar Hamalik, 2005 : 39).
Hal yang sama seperti diungkapkan oleh wina sanjaya (2006 : 112) bahwa “Teori belajar behavioristik tentang belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang di tangkap panca indra dengan kecendrungan untuk bertindak atau berhubungan antara stimulus respon ( S – R)”. oleh karena itu teori ini juga dinamakan teori stimulus respon. Belajar adalah upaya untuk mebentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya.
7.      Teori-teori Belajar yang Termasuk dalam Kelompok Teori Stimulus – Respon
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan Stimulus –Respon ini, diantaranya :
a.      Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
·         Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
·         Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
·         Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b.      Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·         Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
·         Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
c.       Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·         Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
·         Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2000) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

d.       Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward danpunishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang teori dan konsep dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi dan situasi disekitar kita. Adalam proses ini termasuk mendapatkan pengertian dan sikap yang baru. Dengan demikian, terjadi perubahan perilaku yang sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti terhadap suatu hal. Jadi, secara sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar) termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa.
8.      Teori Stimulus – Respon Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemate (Schmas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktu kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya akan menyebutnya sebagai cecak besar, karena cecaklah yang selalu dilihatnya di rumah dan cecaklah yang paling dekat dengan stimulusnya.
Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalm pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan  akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru kedalam skema yang telah terbentuk. Sedangkan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk  secara tidak langsung.
Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi, agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi.
Berdasarkan hasil penelitiannya, piaget mengemukakn bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) yaitu :
Ø  Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun
Ø  Tahap Pra Operasi, dari sekitar umur 2 tahun sampai dngan sekitar umur 7 tahun
Ø  Tahap Operasi Konkrit, dari sekitar uamur 7 tahun asampai dengan umur 11 tahun
Ø  Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya
Maka pada makalah ini penulis memakai tahap Operasi Formal karena masa SMA anak sudah berumur lebih dari 11 tahun. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage) merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret sudah tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwa langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Sebagai contoh, kita perhatikan eksperimen Piaget berikut ini :
Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “Pak Pendek” dan untaian penjepit kertas untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Klemudiana ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” mempunyai teman “Pak Tinggi”. Kemudian dikatakan apabila diukur dengan abatang korek api tinggi “Pak Pendek” empat batang, sedangkan tinggi “Apak Tinggi” enam batang korek api. Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip? Dalam
Anak pada operasi formal tidak lagi berhubungan dengan ada-tidaknya benda-benda konkrit, tetapi berhubungan dengan tipe berfikir. Apakah stimulus disertai oleh benda-benda konkret atau tidak, bagi anak pada tahap berfikir formal tidak menjadi masalah.
B.      DEFINISI KONSEPTUAL, OPERASIONAL DAN KISI-KISI
1.      Definisi Konseptual
Respon siswa adalah tanggapan yang diberikan atau yang diperlihatkan oleh siswa dalam interaksi belajar mengajar matematika yang sifatnya edukatif. Respon tersebut ditunjukkan oleh siswa dalam interaksi belajar mengajar melalui sikap ilmiha sebagai bentuk perilaku terbuka dan bentuk perilaku tertutup.
2.      Definisi operasional
Respon siswa adalah tanggapan yang diberikan atau yang diperlihatkan oleh siswa dalam interaksi belajar mengajar matematika dan sifatnya edukatif. Respon tersebut ditunjukkan oleh siswa dalam interaksi belajar mengajar melalui sikap ilmiah sebagai bentuk perilaku terbuka dan bentuk perilaku tertutup yang diukur melalui beberapa indicator. Untuk perilaku terbuka terdiri atas indicator (i) sikap ingin tahu, (ii) sikap tekun, (iii) sikap kritis, (iv) sikap menghargai, (v) sikap tebuka, (vi) sikap ingin menemukan. Sedangkan untuk indicator perilaku tertutup terdiri atas : (i) penyajian materi oleh guru, (ii) materi pembelajaran,(iii) aktivitas siswa, (iv) sikap guru.
3.              Kisi – Kisi Angket Respon Siswa
No
Variabel
Perilaku
Indikator
Nomor Item
Jumlah
Pernyataan Positif
Pernyataan Negatif
1
Respon Siswa
Terbuka
Sikap ingin tahu
1, 3
2
3
Sikap tekun
6
5, 7
3
Sikap kritis
8
4
2
Sikap menghargai
9
10
2
Sikap terbuka
11
12
2
Sikap ingin menemukan
14
13
2
2
Tertutup
Penyajian materi oleh guru
15,16
17
3
Materi pembelajaran
18
19
2
Aktivitas siswa
20
21
2
Sikap guru
22, 24
23,25
4
Jumlah
13
12
25

C.    INSTRUMEN RESPON SISWA
Soal :
1.      Saya selalu berusaha untuk mengatasi kesulitan belajar matematika agar saya tidak tertinggal
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
2.      Saya bercerita dengan teman bila guru sedang menjelaskan materi matematika.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
3.      Saya rajin bertanya kepada orang-orang terdekat saya mengenai materi matematika.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
4.      Saya diam saja ketika guru matematika menjelaskan konsep.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
5.      Saya belajar matematika dirumah sambil nonton TV.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
6.      Saya membuat catatan khusus materi pelajaran matematika yang telah dipelajari agar lebih muda diingat kembali.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
7.      Saya selalu mengerjakan soal matematika dengan terburu-buru.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
8.      Saya selalu belajar sendiri dikelas jika guru matematika tidak masuk mengajar.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
9.      Saya memberikan kesempatan kepada teman untuk menjawab soal matematika yang diberikan oleh guru.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
10.  Dalam belajar matematika secara berkelompok, jika tidak sependapat maka saya menolak hasilnya.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
11.  Saya senang mengerjakan soal latihan matematika bersama teman-teman daripada sendirian.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
12.  Saya berpura-pura tidak tahu jika ada teman yang bertanya tentang soal matematika.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
13.  Saya tidak mencari cara lain untuk mengerjakan contoh soal yang diberikan oleh guru.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
14.  Saya tidak langsung memberikan jawaban pasti kepada teman yang bertanya tentang soal matematika melainkan lebih dulu menunjukkan langkah-langkah pengerjaannya.
a.      Sangat sering
b.      Sering
c.        Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
15.  Guru matematika memberikan remedial bagi siswa yang belum mencapai standar kelulusan.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
16.  Selesai menjelaskan materi, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalin materi matematika yang ada didpapan tulis.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
17.  Guru matematika menulis dipapan tidak jelas dan tidak mudah dibaca oleh siswa.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
18.  Saya mencatat soal matematika yang saya anggap penting.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
19.  Materi matematika yang sering disajikan tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang disebutkan diawal pembelajaran.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
20.  Saya meminta bimbingan guru jika menemukan kesulitan mengenai materi matmatika.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
21.  Saya meninggalkan kelas saat pembelajaran matematika berlangsung.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
22.  Guru matematika memberikan pujian pada siswa yang berhasil menjawab soal dengan baik.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
23.  Guru matematika mengabaikan tanggapan siswa dalam proses pembelajaran.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
24.  Guru memberikan evaluasi pada setiap akhir pembelajaran matematika.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah
25.  Guru matematika tidak memperhatikan keluhan-keluhan siswa selama proses pembelajaran.
a.       Sangat sering
b.      Sering
c.       Jarang
d.      Sangat jarang
e.       Tidak pernah

D.    UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN NON TES
a.      Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan atau tingkat kevalidan suatu instrumen,ini mutlak dilakukan oleh peneliti untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk tes uraian, validitas butir tesnya dihitung dengan menggunakan  rumus korelasi product moment dengan angka kasar sebagai berikut:
(Arikunto, 2005:72).

Keterangan:
rxy    = koefisien korelasi antara variabel X dan Y
X     = skor item
Y     = skor total
N     = jumlah subjek.
Adapun kriteria pengujian sebagai berikut:
a.  Jika  ≥  dengan α = 0,05 maka item tersebut valid
b. Jika < dengan α = 0,05 maka item tersebut tidak valid.
b.      Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Suatu tes dikatakan reliable jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg (stabil) atau mantap (konsisten). Untuk perhitungan reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:
            (Arikunto, 2005:109)  

Keterangan:
r11         = reliabilitas,                                            k   = Jumlah butir soal yang valid
∑σi2    = jumlah varians skor tiap butir soal,       σt2 = varians total
Untuk menginterpretasikan tingkat reliabilitas tes, digunakan interpretasi derajar keterandalan insrumen yang dibuat oleh Arikunto, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas
Koefisien Korelasi
Interpretasi

 < 0,20
Reliabilitas tes sangat rendah

0,20 <  ≤ 0,40
Reliabilitas tes rendah

0,40 <  ≤ 0,60
Reliabilitas tes sedang/cukup
0,60 < ≤ 0,90
Reliabilitas tes tinggi

0,90 <  ≤ 1,00
Reliabilitas tes sangat tinggi

                                                                                                (Arikunto, 2002:75)


E.     HASIL ANALISIS DATA UJI COBA INSTRUMEN
1.      Validitas
Uji coba instrumen non-tes dilakukan pada siswa kelas VIII SMPN 15 Kendari yakni kelas VIII1 dan VIII3.  Berikut ini adalah hasil analisis validitas non-tes respon  siswa dalam proses belajar mengajar :
Tabel .1 Hasil Analisis Validitas Instrumen Respon Siswa
                               
No. Pernyataan
Koefisien Korelasi (rxy)
Keterangan
1
0.234810324
Valid
2
-0.0364
Invalid
3
0.33908
Valid
4
3.04344
Valid
5
3.16855
Valid
6
3.1416
Valid
7
3.10352
Valid
8
3.19203
Valid
9
2.85911
Valid
10
2.94335
Valid
11
2.8951
Valid
12
3.20773
Valid
13
3.01312
Valid
14
3.14107
Valid
15
2.92226
Valid
16
3.005
Valid
17
3.179153
Valid
18
3.1564
Valid
19
2.93292
Valid
20
2.949115
Valid
21
2.96845
Valid
22
2.99567
Valid
23
2.80927
Valid
24
3.01237
Valid
25
3.19043
Valid
            Sumber: Data Primer Diolah Dengan MS. Excel 2007
Berdasarkan hasil analisis validitas uji coba instrumen dengan menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Office excel 2007 diperoleh bahwa dari 25 butir soal pada uji coba instrumen non-tes respon siswa, diperoleh 24 butir soal dengan kategori valid yaitu butir soal nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 dan 25 sedangkan butir soal nomor 2 tidak valid. Hal ini berarti bahwa butir soal nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 dan 25 dapat digunakan untuk mengukur respon siswa dalam proses belajar mengajar.
2.      Reliabilitas
Setelah dilakukan analisis reliabilitas dengan menggunakan rumus  Alpha Cronbach terhadap butir soal yang valid diperoleh r11 = 0,99285, berarti soal-soal terpilih tersebut  memiliki taraf kepercayaan sangat tinggi. Dengan demikian instrumen tersebut dinyatakan reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur dan memenuhi syarat untuk menjadi alat pengumpul data yang baik  dan dapat dipercaya.
F.     KESIMPULAN
Instrumen uji coba non-tes respon siswa dalam proses belajar mengajar yang terdiri dari 25 butir soal, diperoleh  bahwa 24 butir soal dengan kategori valid yaitu butir soal nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 dan 25 sedangkan butir soal nomor 2 tidak valid. Hal ini berarti bahwa butir soal nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 dan 25 dapat digunakan untuk mengukur respon siswa dalam proses belajar mengajar.
Setelah dilakukan analisis reliabilitas dengan menggunakan rumus  Alpha Cronbach terhadap butir soal yang valid diperoleh r11 = 0,99285, berarti soal-soal terpilih tersebut  memiliki taraf kepercayaan sangat tinggi. Dengan demikian instrumen tersebut dinyatakan reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur dan memenuhi syarat untuk menjadi alat pengumpul data yang baik  dan dapat dipercaya.



















DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto, 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan: Dasar- Dasar Pemikiran, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Arends, Richard L. 2008. Learning To Teach buku satu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi., 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi., 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.  Jakarta: Bumi Aksara.
Bell.gredler e. margareth. 1991. Belajar dan membelajarkan. Jakrta cv.rajawali.
Djali dan Puji Muljono. 2004. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Nageri Jakarta
Fachri, Kamal.2009.Teori Behavioristik dan Permasalahan. http://www.kamalfachri.wordpress.com. Diakses tanggal 10 Maret 2015.
Hamalik, Oemar. 2005. Proses belajar mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Paull suparno. 1997. Filsafat kontruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta : kanisius.
Sarlito Wirawan Sarwono. 1988. Peranan  psikologi sosial dalam organisasi. Jakarta : Universitas Terbuka, Dep.Dik.Bud.
Sarlito Wirawan Sarwono. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press.
Slameto. 2010. Belajar dan factor- factor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta. Diakses tanggal 10 Maret 2015.
Slavin r e . 2000. Educational psychology , theory and practice. Allyn dan bacon united state of America
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung
            : PT Rosdakarya.
Wina Senjaya. 2006. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses
            Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group